15 Agustus 2019

Semua Perusahaan Mengaku Agile, Sedikit yang Melakukannya

Sebelum membahas lebih dalam, kicauan saya masih relevan sampai sekarang:

 Mengingat Agile adalah sebuah pola pikir, salah kaprah jika berpikir Agile semata-mata mengganti jabatan seseorang dari Product Manager ke Product Owner ataupun memasang embel-embel 'perusahaan kami menerapkan Agile' di lowongan kerja agar terlihat edgy di mata calon pekerja.

Tidak ada hal baru dari Agile sebenarnya. Secara umum Agile itu menghasilkan sebuah produk berdasarkan kebutuhan klien dengan dikerjakan oleh tim yang bisa mengorganisir dirinya sendiri. Tim ini lebih baik diisi orang dari berbagai bidang jadi masing-masing bisa menyumbangkan ide segar dari hal yang mereka memang kuasai.

Sebenarnya Agile itu adalah metode sederhana untuk tujuan tepat sasaran entah itu diterapkan di dalam bidang :

Dilatihkan saja sebenarnya tidak cukup, harus ada orang-orang yang terus menerus memelihara can mengawasi cara kerja Agile ini tetap dapat berjalan di sebuah perusahaan. Mengapa? Saya menemukan beberapa tantangan menerapkan Agile di perusahaan :

1. Hambatan dari level manajer
Seringkali orang-orang di level ini lupa bahwa prinsip rangka kerja Agile adalah membuat produk dimulai dari yang sekecil-kecilnya lalu memperoleh masukan dari calon pengguna (klien). Orang-orang ini sering merasa perlu mempertimbangkan 'apa kata bos' atau 'coba ditambah ini deh, dibikin itu deh biar keren' padahal belum tentu itu kebutuhan klien. Apakah itu artinya yang tua tidak boleh beri masukan? Tentu saja boleh! dengan data empiris, bukan cuma 'menurut perasaan gue ini bakal ciamik deh, lapak sebelah bikin ini loh'.

2. Hambatan dari individu
Memang ini menjadi tantangan bekerja saat ini. Manusia dituntut menguasai satu bidang tapi tetap memiliki minat mempelajari hal lain (T-shaped skills) padahal sudah terlanjur hasil pendidikan bertahun-tahun yang tidak pernah mengajarkan orang eksplorasi dalam berbagai hal. Akhirnya tentu saja butuh waktu untuk menjembatani pergeseran itu.

3. Sulitnya Terbuka
Agile itu menuntut transparansi yang mana artinya tim perlu belajar menerima dan memberikan masukan yang jujur. Hal ini tidaklah mudah untuk kultur orang Indonesia yang cenderung memberikan jawaban baik asal temannya senang atau ketika menyampaikan kritik seringkali berakhir menghakimi. Inilah alasan mengapa Agile Campus sejak 2018 memasukkan materi komunikasi dalam pelatihan Agilenya karena pada kenyataannya untuk hal ini pun orang masih perlu belajar. Jika tidak, maka sesi retrospektif yang mana penting di Agile hanya akan menjadi sesi yang menurunkan moral anggota tim dan berdampak pada turunnya kreativitas. Mana ada sih orang yang patah arang bisa dapat ide baru? 
Selalu membuat sesuatu dengan data empiris dan mengutamakan keterbukaan itu memang susah. Agile memang sering hanya menjadi label kekinian tapi bukan berarti tidak mungkin. Rekrutlah orang yang memang siap untuk tangkas dan kalau perlu carilah Agile Coach yang memang menguasai hampir segala bidang sehingga prinsip Agile bisa terus hidup bukan cuma sekadar tempelan demi terlihat modern.



15 Juli 2019

Apa yang Berhasil di Peentar

Orang sering bilang sejarah ditulis oleh pemenang. Pada kenyataannya tergantung bagaimana sudut pandang orang yang mengalaminya. Sayangnya memahami sebuah kondisi dari berbagai sudut pandang bukanlah kemampuan alami manusia pada umumnya. Orang cenderung melihat sebuah peristiwa hanya hitam dan putih. Sehingga muncul peribahasa, nila setitik rusak susu sebelanga.

Saya memutuskan untuk menulis sudut pandang apa yang terjadi di Peentar selama saya aktif di sana (Sept 2015-Mei 2018) agar siapapun mendengar nama Peentar memperoleh sisi cerita yang berbeda. Saya tidak pernah menutupi bahwa Peentar memiliki banyak kekurangan. Namun menjadi tidak adil untuk orang-orang yang sudah berjuang di Peentar memperoleh penilaian negatif hanya karena tidak ada yang menuliskan informasi sisi lain Peentar secara sistematis.

  1. Dari Sisi Produk: Peentar membuat  sistem berbasis online-offline dengan arsitektur yang dibuat oleh Mufid, Jan Pieter dan Tonny Adhi Sebastian. Sistem terdiri dari 18 produk dengan total 200 fungsi. Untuk program serumit ini, Peentar membuatnya hanya dengan 30 karyawan IT berkebangsaan Indonesia. Apakah ada produk Peentar yang dihasilkan berdasarkan menerapkan rangka kerja Agile selain poin no 1? Ada. Dikerjakan hanya dalam waktu dua bulan di sela-sela waktu mengerjakan tugas utama di no 1. Namun tidak pernah dirilis. Padahal aplikasi tersebut memang menjawab pain dari target pengguna
  2. Dari Sisi Manajemen Manusia: Bersama Mufid dan Hanif, saya berinisiatif membuat Peentar CareerPath sehingga pegawai dengan transparan dan jelas tahu bagaimana posisi karirnya dan paham bagaimana posisi karirnya saat ini dan bagaimana caranya untuk naik karir. Mengingat Peentar menerapkan rangka kerja Agile sehingga tidak ada hierarki kepemimpinan di situ. Perlu dicatat bahwa pergantian karyawan selama saya menjabat COO hanya 4 orang per tahun dengan catatan terakhir pegawai ada 50 orang di akhir jabatan saya sebagai COO Mei 2018.
  3. Dari Sisi Perekrutan: Bersama Fitri dan Farah, saya mempersingkat perekrutan dan seleksi dari yang seharusnya memakan waktu lima hari kerja menjadi hanya tiga hari kerja. Jadi calon pekerja yang melamar mendapat kepastian apakah diterima bekerja di Peentar atau tidak setelah wawancara final. Iya kami selalu mengabarkan calon pekerja yang tidak lolos seleksi sehingga calon pekerja tersebut bisa melanjutkan hidup dengan melamar ke tempat lain. Bukan cuma mempersingkat proses perekrutan, saya pun menyusun proses onboarding yang sistematis. Pekerja baru diberikan akses ke sistem kami untuk bisa membaca buku peraturan perusahaan dalam bentuk digital, aturan umum kerja dan hal lainnya yang dapat tuntas dipelajari dalam satu hari. 
  4. Dari Sisi Komunikasi Internal: Merekrut itu susah, mengatur karyawan pun ada tantangannya. Tentunya menjadi menantang juga membuat pegawai nyaman dengan budget terbatas. Namun saya bersama tim admin berusaha membuat kegiatan sederhana tapi bisa membuat kompak karyawan yang ada. Kami membuat PiknikPeentar 2016 dan setiap tahun kami membuat kegiatan menarik di kantor dalam rangka ulang tahun Peentar. Selain itu tiap Jumat kami membuat Peentalk. Ada pula Bilik Musik Peentar
  5. Dari Sisi Komunikasi Eksternal: Kembali saya bersama tim yang ada (1 orang yang admin, 1 orang desain grafis) berusaha membuat media sosial tentang Peentar dengan budget Rp.0. Tema yang diangkat memang sederhana. Cerita tentang orang-orang yang bekerja di Peentar. Harapannya tentu saja menarik calon pekerja untuk tertarik bergabung bersama Peentar. Tampilannya bisa dilihat di Facebook Peentar, Linkedin Peentar dan Youtube Peentar. Semua tidak aktif begitu saya keluar dari Peentar
Kesimpulan? Bagaimanapun Peentar mengajarkan saya banyak hal dan saya bersyukur pernah bekerja bersama mereka. Semua orang yang pernah bekerja di Peentar terbukti etos kerjanya dan mereka telah berusaha yang terbaik ketika mereka di Peentar.