22 Mei 2021

Pengalaman Saya ke Psikiater

Setelah hidup 36 tahun, baru 2021 ini saya menyadari bahwa saya itu orang pagi. Selama 36 tahun saya pikir saya night owl krn kerja baru bisa malam dan baru bangun siang. Justru saya jadi tahu bahwa saya bisa bangun pagi, kerja dari pagi dan tidur jam setelah saya ke psikiater.

Mengapa saya ke psikiater? Apa saya ada gangguan jiwa? Memangnya saya gila? Pertanyaan dan stigma itu wajar muncul di kepala karena kesadaran kita akan kesehatan jiwa belum segitu besarnya. Orang sering berpikir selama mendekatkan diri kepada Tuhan, maka tidak akan ada masalah dengan kondisi mental. Padahal namanya manusia, selalu ada titik kritis entah itu di gigi atau di hati.

Perjalanan saya ke psikiater ini terjadi di awal 2021 ketika di bulan Januari istri saya mengalami bullying online. Bullying ternyata memang sangat berdampak terhadap kesehatan jiwa seseorang dan mau tidak mau mempengaruhi saya sebagai partner hidupnya. Ketika melihat istri saya terpuruk dan malah berbalik mencurigai saya ini dan itu, saya jadi terbawa depresi juga karena apapun terjadi dia adalah jangkar saya. Ketika jangkar tidak ajeg, kapal pun sulit bersandar. Kami sama-sama tidak bisa makan, sama-sama tidak bisa tidur nyenyak, sama-sama menangis. 

Istri saya yang memutuskan untuk ke psikiater karena tidak bisa produktif bekerja. Saya akhirnya memutuskan mendampingi. Sama-sama mendaftar ke psikiater melalui faskes 1 menggunakan BPJS Kesehatan yang kami miliki. Setelah mendapat surat rujukan dari dokter umum di faskes 1, kami pun melanjutkan pendaftaran ke RS Bunda dan ditangani oleh dr. Nina SpKJ. Mengapa RS Bunda Margonda? Karena kami sama-sama pernah terdaftar sebagai pasien di sana dan kami mendapat rekomendasi dr Nina dari kolega kami.

Keputusan untuk ke profesional ternyata adalah keputusan yang tepat. Kami merasa tidak dihakimi dan justru kami berdua bisa sama-sama membangun komunikasi jauh lebih baik untuk kompak menghadapi bullying online ini. Seperti penjelasan di atas, obat yang saya konsumsi membantu saya untuk memiliki pola tidur yang lebih baik. Saya yang selama ini berpikir bahwa saya adalah orang yang bekerja berdasar mood, pelan-pelan bisa menyelesaikan semua tugas tanpa harus menunggu mood. Saya bisa bangun pagi tanpa merasa masih ngantuk dan saya bisa tidur di jam normal. Saya pun jadi belajar mengatur kemarahan saya. Sesuatu yang tidak pernah saya pelajari sebelumnya. 

Untuk istri, obat tersebut membantunya untuk tidak masuk dalam jurang mengasihani diri sendiri, dia pun menjadi tidak mudah tersinggung. Dampak positifnya buat saya ya tentu saja saya jadi lebih mudah mengkomunikasikan apapun kepadanya. Pengobatan ini memakan waktu kurang lebih enam bulan. Mungkin bulan Juni kami bisa menyelesaikan terapi dan melanjutkan hidup dengan lebih riang. 

Sekadar gambaran, pasien dr.Nina datang dari berbagai kalangan. Pekerja, mahasiswa, pensiunan, keluarga semuanya ada. Semua orang biasa saja seperti antrian penyakit dalam biasa. Antrian pasiennya baik jalur pribadi maupun jalur BPJS Kes sama-sama ramai. Membutuhkan waktu seharian di klinik jika jadwalnya kontrol tapi tidak ada salahnya mencoba mendapatkan pertolongan dari profesional yang tepat demi kesehatan mental yang lebih baik.


16 Maret 2021

Pengalaman jadi Editor Youtube Channel Gereja 1 Tahun Ini

Hampir setahun setelah Covid 19 dinyatakan masuk ke Indonesia. Maka genap satu tahun sudah ibadah gereja diadakan secara online. Tahun lalu di bulan ini, saya mengajukan diri menjadi editor video ibadah online Grace of Christ Community Church agar banyak jiwa yang bisa mengikuti ibadah di manapun mereka berada. Tadinya video direkam live menggunakan kamera webcam sederhana didampingi teman gereja yang berprofesi sebagai D.O.P. Lama-lama sudah ada tim kameraman sehingga saya bisa fokus edit video saja.

Total ada 78 video yang sudah saya buat. Dengan tiap videonya membutuhkan 8 jam kerja maka saya sudah menghabiskan 624 jam di depan komputer untuk menghasilkan video-video yang bisa anda lihat di Channel Youtube ini:



Semua perangkat lunak yang digunakan gratis alias free software karena saya percaya kerja buat Tuhan lebih baik tidak pakai bajakan. Tahap pengeditan video-video ini kurang lebih seperti ini:

  • Unduh video rekaman mentah dari Google Drive.
  • Membuat template intro dan ending (pembukaan tiga menit) di Open Broadcaster Software
  • Membuat gambar layar (screenshot) ayat di Inkscape. Hal ini perlu dilakukan karena jika mengandalkan video mentah, tampilan ayat agak bergetar akibat ada alat yang butuh perawatan.
  • Setelah potongan-potongan pekerjaan di atas selesai, saya memasukkan semua potongan video dimasukkan ke DaVinci Resolve. Kemudian intro, ending, dan screenshot ayat yang sudah digabung satu per satu di Resolve. Kemudian diekspor dengan setting best sebagai master. Hasil ekspornya adalah file sekitar 100 GB. Selain itu saya juga mengekspor dengan setting 25 fps untuk ditayangkan oleh First Media Channel.
  • File ini kemudian saya kompres ulang di Handbrake sehingga ukurannya menjadi lebih kecil sekitar 6GB. Mengapa saya perlu kompres di Handbrake? Karena kompres di Handbrake lebih baik daripada kompres di Davinci Resolve.
  • File ini yang kemudian saya upload ke Youtube. 
Seperti ini hasil editannya:




Apakah tugas saya sudah selesai? Belum pemirsa. Dari video keseluruhan yang saya sudah tonton ini, saya memilih 2-3 cuplikan kotbah yang terbaik yang bisa dipakai sebagai teaser sehingga orang tertarik menonton ibadah online GCCC. Lalu saya mintakan editor lain memilih satu yang terbaik baru kemudian saya memproduksi cuplikan video kemudian menayangkannya di Youtube. Ini contoh cuplikannya:


Di awal pandemi, channel Youtube Grace of Christ Community Church ini hanya memiliki 30an subscribers. Sekarang sudah ada 3070 subscribers. Setiap minggunya menghasilkan rata-rata 2 video dengan video cuplikan ditonton rata-rata ratusan orang dan untuk video ibadah raya ditonton 2000an orang. Haleluya!

.